PEREMPUAN DILARANG JADI PEMIMPIN

Setiap mendekati pemilihan pemimpin baru, wacana apakah perempuan boleh menjadi pemimpin selalu muncul, dan yang paling keras bersikap adalah para lelaki muslim yang menjadi polisi akidah.
‘Mengapa agama saya pemeluknya begitu menyedihkan dalam mengaplikasikan dogma?’
Ketika seorang capres muncul dalam bentuk makhluk berbuah dada yang kita pernah menyusu padanya, timbul reaksi keras bahkan muncul fatwa larangan untuk memilihnya. Saya bukan perempuan, saya bukan aktivis partai bertanduk yang dipimpinnya, dan saya bahkan tidak menyukai “Ibu” itu. Tapi hati saya menjadi miris saat polemik tentang perempuan yang tidak boleh menjadi pemimpin muncul di saat lelaki begitu haus kekuasaan. Di lain pihak pemuka agama yang menyerang ibu itu dengan malu-malu anjing (kucing is me and i never malu-malu) menyanggupi ketika ditawarkan kekuasaan dengan alasan keadaan darurat. Oh my… negeri ini hampir membuat saya kehabisan kata-kata.

Seorang pemuka agama berbicara dalam sebuah program di salah satu TV swasta:
“Dalam Islam secara vertikal (hubungan dengan Tuhan) lelaki dan perempuan adalah sama tingkatannya, Tetapi secara horizontal (hubungan manusia dengan manusia) lelaki dan perempuan berbeda tingkatannya, lelaki adalah pemimpin dan perempuan seharusnya hanya sebagai pendukung”
Lalu timbul pertanyaan:
Kalau dihadapan Tuhan saja kita dianggap sama mengapa dihadapan manusia harus berbeda?
Betapa sombongnya manusia?
Perempuan dan Lelaki seharus nya saling mendukung, bukan hanya kewajiban salah satu untuk mendukung lainnya. Saya setuju bahwa perempuan harus berbakti kepada suaminya tapi bukan tunduk, tunduk hanya boleh kepada Alloh S.W.T. Budaya patriarki membuat ayat dalam Alquran sering disalah-aplikasikan untuk kepentingan lelaki. Kemudian sibuk mengatasnamakan sebagai “Pandangan Islam”. Yang kemudian muncul di kepala saya adalah pandangan Islam yang mana? Mengapa pandangan Islam diwakilkan oleh orang per orang?

Tidak ada dalam Alquran pernyataan bahwa hanya lelaki yang boleh menjadi pemimpin. Kemudian dimunculkanlah dalil pamungkas utuk kasus polemik macam ini dengan mempersoalkan kata “Arrijaalu” yang diterjemah-mentahkan artinya sebagai: “Lelaki”. Ini soal semantik yang bahkan sudah sering dikaji. Dan dalam berbagai kajian semantik kata “Arrijaalu’ sejatinya memiliki makna dasar: “Orang yang memiliki mobilitas sangat tinggi”. Saya serahkan pada anda untuk mencari pemahaman apakah kata “orang yang memiliki mobilitas sangat tinggi” artinya adalah Lelaki?
Lalu dia berbicara lagi:
“Perempuan yang mencoba menjadi pemimpin menyalahi kodrat dan fitrahnya”
---Apa sih Fitrah? dan mari berbicara soal Kodrat---
Lagi-lagi manusia menyombongkan diri dengan sok tahu soal kodrat, ingin saya pentung berkali-kali kepala manusia (termasuk diri saya sendiri) yang suka sok tahu soal kodrat, Man… we don’t know nothing, believe me.
“Perempuan hanya boleh menjadi pemimpin kalau laki-lakinya sudah impotent”
Ampuni hamba-Mu ya Alloh, yang mengakui bahwa kaum laki-laki di negeri ini memang sudah impotent. DPR yang busuk, diisi oleh laki-laki porno, korup, dan pemimpin yang lemah. Kombinasi yang begitu mematikan buat rakyat negeri ini yang semakin ringkih, kering jiwa dan raganya.

"Perempuan itu tiang Negara"

Jadi berkaryalah, berkiprahlah sambil menjaga jundi-jundi kecil kalian. Sambil menjaga rumah tangga kalian. Sambil berbakti pada suami-suami kalian. Sambil menjaga diri kalian dari fitnah disekitar kalian.

Karena saya percaya Tuhan itu maha adil.

0 comments: