MISCALLS

Semalam Tuhan menelpon, sudah tiga hari SMSnya tidak dibalas, habis gak punya pulsa. Tumben-tumbenan Dia tanya
“Puis-Je offrir une cigarette?” (would you like some cigarette)
Saya jawab saja “Non merci” (no thank you) lagipula ngapain juga Dia berbahasa perancis dengan saya, romantis amat. Toh Dia juga kan yang meniupkan ruh didalam tubuh?. Mungkin dia penasaran, kok tega-teganya saya tidak kangen, sudah lewat tiga hari loh. Siapa suruh menitipkan shalawat diam-diam di saku kemeja? Untuk kebanggaan siapa? Keselamatan siapa? Kok tidak pernah saya yang diberikan ketenangan? Katanya cinta?.
‘Kamu pikir kamu akan dibiarkan mengaku beriman, sesungguhnya telah kami siapkan cobaan berupa kelaparan, kesedihan, dan ketakutan buatmu’
Enak saja Dia bilang, hayo tanggung jawab siapa juga yang menciptakan kehidupan? Lalu apa yang diciptakan harus menanggung akibatnya?. Tetap saja dia Tuhan jadi wajib sombong. Saya ini cuma debu masih untung punya pulsa buat kadang-kadang mereply sms-NYA dengan jawaban sibuk meeting, ketemu klien, atau ngantuk ah!.
‘Sesungguhnya yang benar itu dari tuhanmu, dan hanya kepadanyalah kamu kembali’
Saya mau kembali secepatnya, biar gak perlu pulsa buat nelpon, face to face gitu deh, ngobrolin ada masalah apa Dia dengan saya? kok sesering saya berlari mendekat, sesering itu juga Dia tampar cobaan ke muka saya? Dia pikir dengan cobaan itu saya mundur. Sory banget, saya setengah mati jatuh cinta pada-Nya. Jadi jangan harap mundur, gengsi!.
‘Bacalah dan Tuhanmu maha pemurah!’
Iya saya tahu, yang mengajarkan saya menulis dengan pena itu kan? yang menciptakan saya dari segumpal darah itu kan? tahu deh. Saya nggak marah kok, hanya tiga hari ini saya malas membaca sms Nya. Kirimannya selalu pending, gak napsuin buat dibaca, dah basi. Besok-besok sajalah kalau waras.
Semalam Tuhan menelpon, ada seribu miscall di hp,
Seribu cinta-Nya
Seribu ketakutan saya.

KABHI KUSHI KABHIE GHAM

Pemanasan global! Begitu yang didengung-dengungkan televisi. Kemarau, hati laki-laki ini merangas. Ribuan doa selaksa duka tak bernyawa. Dia berjalan di sepanjang jalan tikus di Brahmapuri, kemudian Jaipur the pink city menyapanya dalam kalimat lembut tapi tanpa makna. Ini Rajashtan! Panasnya sama, matahari yang sama, perasaan sanguinis yang berbeda.
Sambil menyeret tripod kamera dia biarkan anak kecil bergelang tembaga dengan kalung kesengsaraan makan dari piring kaleng ibunya yang berbindhi. Tidak ada selera sama sekali untuk mengabadikan keindahan atau suasana pilu-sepi anak tadi, dia hanya rindu rumah. Di sebuah tangga batu dia mengeluh.Tempat ini jauh dari ketuhanannya, duh takbiran apa kabar? Belum cukupkah sebulan menumpuk rejeki, dia biarkan dirinya terdampar demi sebuah pengakuan bahwa intelijensia selalu berhasil, tangkap gambar-gambar bagus lewat viewfinder kameramu,kesempatan, kapan lagi bisa diundang ke negeri Kuch Kuch Hotta Hai.
“Taj Mahal Cip, Taj Mahal, bikinan Shah Jehan itu...!” Sang big boss cantik-cantik pedas seperti biasa mengomporinya dengan berbagai bujukan untuk pergi (elo utang banyak banget ke gw Ra). Dan lelaki ini tersesat kalap mata antara perasaan tidak enak menolak atau ingin berkumpul dengan keluarga (duh bukankah sampai saat ini karir tetap nomor satu?) lelaki ini takut kehilangan kesempatan melebarkan sayap di dunia promosi surga benda-benda konsumtif. (Item pentingnya termasuk ikat pinggang manis Croc line by Pacco Rabanne.. OMG bikin ngiler!). Dia tidak ingin berakhir di kantor broadcast milik kapitalis murni itu selamanya.
“Ji giling juga yah kita. Lebaran malah jauh geneh!” (berangkat bareng oji yang sibuk ngetik-ngetik di laptopnya. Laporan pandangan fashion, takut menguap katanya)
“Biasa aja..bukannya elo emang jarang di rumah? Apa bedanya lebaran ama hari biasa? (Ji you never know what lebaran means, you don’t even believe in god, you darn fascist!)
“Di Delhi banyak masjid, kalo elo mau kita ke sono naik kereta atau ke KBRI ngejar.. kalo sholat ied doang mah!” Lelaki ini menggeleng disapunya keringat di dahinya sambil bergumam pelan, ratusan foto katalog dan komposit extra dari agen di Mumbai dia susun rapi di ordnernya.
“Gue balik hotel aja!’ matanya menatap ke jalan penuh orang bersorban, kulit yang legam bertelanjang dada. Dihentikannya taksi. Menutup telinga sampai resah tak terdengar.
“Tuhan menciptakan mulut bukan untuk banyak bicara tapi untuk banyak berdoa’
Dia ingin banyak berdoa untuk kakak-kakanya yang rela datang ke Bandung jauh-jauh hanya untuk berkumpul tapi malah dia tinggalkan, untuk kekasihnya yang masih harus dinas di rumah sakit di malam takbiran, juga untuk ibunya yang tadinya berharap dia bisa berkumpul walaupun setahun sekali. Biasanya ibunya pasti sibuk mendengarkan ceritanya soal lumpur Lapindo di kali Porong, soal proyek nukilr negara yang tidak sukses, soal penyanyi dangdut Trio Macan yang sexy beibeh, juga soal tas season baru Louis Vuitton yang detil scarfnya punya warna Fuscchia yang unik abis. Sambil diam-diam mengagetkannya dengan secangkir kopi caramel dan sebungkus Marlboro softpack mentol, sementara dari musholla dekat rumah teh Stella di Dipati Ukur terdengar suara takbir...(Perih deh..‘awas Kau Gangga! Air hitammu yang mengundangku kemari...’)

Assalamualaikum

Dah dimana? Kita lagi ngumpul
Jaga kesehatan, balik dari Mumbai
Langsung ke bandung

ya, ditunggu gosipnya

Sender:
Teh Nana
0818266xxx
'Berdoalah padaKu maka akan kukabulkan'
Tapi doa nya belum didengar, di kamar hotel berdinding coklat lelaki ini mendesah kalah.
'Somse..Belom minta
maaf sama ibu...'
Sender:
Ibu
0813 281 63xxx
Lelaki ini terkejut langsung mengetik pesan singkat di HPnya, banyak yang dia lupakan, bahkan dirinya sendiri. intinya dia sungkem lewat HP. Tapi doanya masih belum di jawab, mulutnya banjir takbir, hatinya badai permohonan, matanya menghujan air mata.
'A bad day, aku nolong operasi caesar.
the baby and mother were save for a while
tapi bayinya cuma tahan 5 jam
kelainan jantung'
Sender:
Pacar
08111283xxx
Lalu...
'How's ur trip?
pengin minta maaf (lol)
i am too cute for any disappointment, ain't i?
say hi to Shah Rukh Khan, cepetan balik
MYSM
Sender:
Pacar lagi
08111283xxx
Doanya masih belum didengar...
Dia masih menunggu..
Detik..
Detik..
Biiiiiiiiip......!!!
'Kamu nggak perlu minta maaf, aku juga salah
bad timming, silly situation, an unecessary grieves
dari dulu kamu gak pernah jadi musuhku kok
u are precious and always will
best friend forever yah...'
Sender:
Mantan Pacar
0817 776xxx
Lelaki ini tersenyum, dari mulutnya ucapan syukur pada Tuhannya tak henti-henti. Tiba-tiba dunianya menari seperti penari kathak lengkap dengan kain sarinya yang bermanik-manik. (harusnya dia banyak bersujud karena tuhan maha pengasih). Tersungkur ia di lantai hotel yang dingin. suara takbir mungkin tak terdengar di negeri Hindi ini, tapi dalam hatinya takbir merendam jiwa bersusulan dengan detak jantungnya. Ditanggalkannya kesombongan, disucikannya jasad, direndahkannya segala. satu jiwa lagi mengecil di bumi entah di mana...
'Bagaimanapun Tuhan Maha Pengasih'
...Allaahu Akbar wa lillah Ilhamdu....
-------------------------------------------------------------------------------------------------
Met Lebaran Semuanya!
Jaipur October 23rd 06.
*Sometimes there is joy sometimes there is sorrow

HAPPY F### BIRTHDAY

Manakah yang lebih jelas terdengar, suara kereta menembus malam dalam perjalanan kita ke Flemington, atau harapanmu tentang saya?. Saya masih ingat jaket velvet yang kamu lingkarkan di bahu saya, waktu itu dingin hampir membekukan sungai Yarra dan kita berdua terdampar
di Collin Street.
“Drink up your coffee, we’ve better get hurry or we shall miss the bus!” Wajahmu sedingin puncak cartenz,
“I don’t want to go!” Hati saya sepucat bulan awal November.
“We must” Kamu memaksa
“Even i don’t need us to go anywhere” Saya membeku
“I leave you here…” kamu berdiri menatap saya beberapa milidetik, kemudian berlalu meninggalkan saya dengan rokok dan sisa kebingungan.
“It's my f***birthday!! leave me anywhere, i don’t care...”
Manakah yang lebih jelas terdengar waktu itu, suara saya atau ambisimu? Kita berdua tak mengerti sehari itu kita bersama tak hampir menghampiri. Dan sekarang tiba-tiba kamu ada didepan saya, ribuan kilometer jaraknya dari tempat terakhir kita bertemu. Apa yang harus saya katakan? Bukankah kamu yang memutuskan untuk meninggalkan saya di tempat itu? Bahkan Melbourne utara tidak pernah bertanya apakah saya akan kembali atau tidak (not a way, too much pain).
“This should be the best time to forgive each other” Kamu berharap, sepertinya maaf
“Ramadhan?” saya mendongakkan kepala, sepertinya alis saya terangkat tinggi-tinggi
“What else” kamu menundukkan wajah
“Apa yang harus dimaafkan?” saya mengulur waktu
“You tell me” kamu tersenyum
“I forgive you, but i can't forget”. Kamu yang meninggalkan saya, apa yang kamu harapkan? Kamu pikir malam itu saya bisa pulang dan tertidur lelap?. Sisa dolar di jaket saya langsung saya belikan tiket pulang ke Jakarta besoknya.
Membawa sekeranjang penuh kebingungan, perasaan ditinggalkan, kebencian, dan kesedihan, kesedihan bahwa saya belum pernah diperlakukan serendah itu.
Manakah yang lebih jelas terdengar kebencian saya atau Ramadhan yang seharusnya penuh maaf? Saya tidak tahu, bolehkah memaafkan tanpa harus melupakan bahwa seseorang pernah menyakiti kita? Saya benar-benar bingung. Saya mencoba mencari-cari ketulusan lewat matamu, danau itu masih ada disana, dulu sangat menyenangkan menyelaminya dalam udara hangat musim panas Victoria.
“Happy Birthday, I miss you, forgive me…” Kamu berharap, matamu berurai kasih sayang
“Thanks, I forgive you, leave me alone…” Saya mematung,
Dan hati saya jadi lebih jelas terdengar, menimbulkan echo di udara…
Kamu membeku.
Ah hati yang tak mau memberi, mampus saja kau dikoyak-koyak sepi (Chairil Anwar)

Oktober 2006

YA GItu lah

Akhirnya semuanya selesai… bukan karena saya tidak mengerti atau tidak pernah mau mengerti pertanyaan-pertanyaan yang kamu ajukan. Tapi karena saya belum benar-benar tahu apa jawabannya. Apakah paradoks? kamu pernah bertanya, atau relatif…? saya rasa bukan keduanya, melainkan anomali dan saya adalah katalisnya.
Keputusan saya untuk menyelesaikan semuanya adalah diluar semua batas harapan bahwa hubungan bukanlah sandaran dan teman bukan berarti rasa aman. Jadi saat perasaan ingin ditemani, takut sendirian, serta berharap banyak dari orang lain menjadi suatu kebutuhan saya ingin benar-benar mati di dalamnya.
Lalu kamu bertanya lagi, teorema mana yang meracuni pikiran saya hingga tidak mau lagi mempertanyakan hubungan antar manusia. Saya menjawab untuk menambah kebingunganmu: Jangankan mempertanyakan, memandang pun saya tak sudi, sudah saya bilang saya kekeringan kasih sayang. Bukan salahnya, bukan salahmu, atau salah siapapun, pandangan ini sudah saya tetapkan sejak saya merasa bahwa tidak pernah ada kata menang dan kalah dalam suatu hubungan di alam penuh parodi komik ini. Tidak perlu pandangan alternatif dari berbagai kemungkinan yang berekstapolasi membentuk kesadaran ruhiah untuk memberi tahu saya bahwa sendirian bukan ancaman.
“Saya tidak pernah bersama siapa-siapa”. Lalu kamu kecewa menanyakan di mana tempatmu. Begitu senewennya kah? Atau semua perasaan platonis itu menjadi demikian memesona?. Saya harap kamu mengerti, saya tidak ingin lagi bersama siapa-siapa, atau berharap apa-apa. Tidak perlu lagi menetapkan sesuatu atas apapun, tidak perlu lagi memimpikan sesuatu atas apapun, bahkan tidak perlu lagi menginginkan sesuatu atas siapapun.
Lalu kamu memandang sambil berharap cemas bahwa saya merindukan jawabannya. ‘Bahkan bintang dilangitpun punya pasangan pada konstelasinya’.
Kalau akhirnya semua selesai dan tidak lagi menjadi tanggung jawab saya itu salah saya? Kalau tidak bersama siapapun artinya adalah rasa aman itu salah saya? Bersamamu mungkin akan menyenangkan tapi maaf saya sedang tidak bersemangat untuk disiksa.

September 19, 2006

CLair De Lune

Votre âme est un paysage choisi
Que vont charmant masques et bergamasques,
Jouant du luth, et dansant, et quasi
Tristes sous leurs déguisements fantasques.
Tout en chantant sur le mode mineur
L'amour vainqueur et la vie opportune,
Ils n'ont pas l'air de croire à leur bonheur
Et leur chanson se mêle au clair de lune,
Au calme clair de lune triste et beau,
Qui fait rêver les oiseaux dans les arbres
Et sangloter d'extase les jets d'eau,
Les grands jets d'eau sveltes parmi les marbres.

MAT ANGIN

Tiba-tiba Si abang nongol menjajari langkah saya menuju parkir mobil kampus Interstudy. Panas, kelar ngajar, annoying! iseng banget nengokin, belom touch up nih... kering...keringetan!
“Kok jadi betean? Mana pake mata panda segala...!”
“ Siapa?” saya jawab gak pake nengok
“ Kamu..” dia menunjuk ke muka saya
“Gimana dong begadang berhari-hari demi program gak penting, yang akhirnya ditolak. Gak ngerti ya?”
“Lho bentar lagi ke itali jadi kan?”
“Jadi sih, tapi kerjaan ku yang utama kan yang di kantor broadcast milik kapitalis itu, kalo yang itu gak beres kayanya gak tenang buat pergi ngerjain kerjaan laen. Rasanya beneran korupsi getoh...!”
“Udahlah...anggep aja angin...!
Hehe si abang yang satu ini penting juga kalo bisa dipanggil Mat angin, abis suantay dan riang gembira. Gimana gak riang semua dianggep angin. Biasanya saya juga begitu, ikutan santay dengan segala atributnya. Saya kacaw dia senyum-senyum...
“Bang senyummu membawa luka” (Aih Meggy Z kali!)
Katanya muka saya kaya teka-teki silang bikinan Kompas. (Eh abang gak boleh ngomongin merk dagang disini, iklan gituh.). Mendingan kaya biasanya beliin saya serabi oncom yang ada di setiabudi . Ditolaknya mentah-mentah, hancur hatiku...dia bilang gak kejauhan beli serabi sampe ke Bandung? Tapi kalo gak diturutin anaknya ngiler loh (helo? Anak siape?). Saya ngiler dia cengar cengir. Dipikirnya kalo dia cengar-cengir lantas saya kenyang apa?.
“Orang gak lantas jadi hebat dalam satu malem” si abang cuek mengunyah cakwe
“Maksutnya?” saya tersinggung
“Yah..perlu nasib baik, perlu kerja keras, itu pun gak jaminan semuanya bakalan mulus, mendingan berusaha sekuatnya, selesai itu serahin urusan ama yang diatas!”
“Aduhhh tapi yang ini beneran heart breaking Bang! Berasa tolol aja kalo kerjaan gak beres!”
“Wuidih baru tahu sekarang adikku tercinta jadi somse begini, emang udah jadi tuhan? Mau mastiin semuanya beres, come on...gak gitu kali!”.
Si abang senyum-senyum, matanya yang sebunder bulan purnama keliatannya tulus...
“Jadi orang jangan kebanyakan liat kaca spion, entar yang ada didepan ketabrak, yang dah lewat ya udah lewat aja!”
lalu tiba-tiba semuanya mudah. Saya juga manusia, suka salah, suka gak beres kerjaan, human error istilahnya. Nerimanya harus ikhlas, harusnya gak serumit teka-teki silang bikinan Kompas (hehe sorry bang ikutan ngiklan deh) yang penting bertanggung jawab terhadap setiap kesalahan yang kita buat.
“Tapi nanti gimana anggepan orang- orang?”
“Udahlah anggep aja angin!” si Abang merepet
“Anggep angin ya Bang?” saya gak pede
“Yoi!” si abang perutnya goyang (hehe pasti gak fitness berminggu-minggu deh)
“Nanti kalo masuk angin?” saya tetep gak pede
“Abang beliin serabi oncom plus dikerokin gimans?”
Hihi kalo dikerok gak usah emangnya alpukat?, kalo serabinya...yuuuu mariii
Thanks ya Bang!
(Mat Angin yang sangat mencintai ngupi-ngupi dibawah pu’un...tetep semangat ya Bang, nanti kita bikin warung serabi yang openingnya diresmiin sama presiden Amerika. )
Juli 30 2006

A CONFESSION OF CLEPTOMANIAC

Sstt...jangan bilang siapa-siapa ya kalau saya mencuri hati seseorang. Rasanya seperti di kejar-kejar! bukan oleh rasa bersalah sih...yah paling tidak hati itu saya jaga baik-baik jadi suatu saat bisa dikembalikan lagi kepada yang punya. Sumpah mati! Gak ada sedikitpun niat jahat, salahnya sendiri meletakkan hati itu sembarangan. Coba kalau ada yang menemukan dan membuangnya ke tempat sampah? Parah kan?. untung saya yang menemukannya jadi saya curi deh. Pengin juga sih menukar hati itu dengan hati saya...biar impas! Tapi saya lagi nggak punya hati buat ditukar apalagi buat dijual, jadi tetap saya korbannya kan? bener kan? ayo dong hibur saya...soalnya akhir-akhir ini yang punya hati sudah mulai mengendus perbuatan saya, mencurigai saya, bahkan mengejar-ngejar saya dengan berbagai pertanyaan.
‘ Kamu curi hati saya ya? Kamu kemanakan? Saya jadi gak bisa tidur? Ayo kembalikan!’
Saya jawab saja dengan gelengan kepala berkali-kali. Walaupun dalam hati saya tidak juga tega membiarkannya mengirimkan berpucuk-pucuk rindu dibungkus rapi, pasti itu suap, supaya hatinya dikembalikan. ‘Enak saja!’ sepuluh lagu cinta dimainkan dekat kuping saja tetap membuat saya bergeming.
‘Apa tebusannya?’ dia bilang begitu
‘Apanya yang ditebus?’ Begitu saya jawab
‘Hati saya...apa tebusannya?’ dia mulai putus asa, dan saya terkikik geli ( peraturan nomer satu jangan bertanya, kalau jawabannya sudah jelas tidak memuaskan, ingat ya temans pertanyaan cuma bisa menimbulkan satu pertanyaan baru yang membingungkan).
Saya pura-pura marah dan tidak mengaku kalau hatinya sudah saya curi, habis dia membuntuti saya terus. Di meja kantor, di wastafel, di musholla, di studio, di control room, di laci kaset Mini DV 25 , juga di dalam laptop. Biar mampus dia, atau saya yang mampus akhirnya. Sekarang matanya yang tajam seperti murka, hihi biarkan saja matanya mencelat keluar Asal jangan sampai kalian bilang ke dia...bahwa hatinya mungkin saya curi tapi otak dan kesadaran saya sudah sejak dulu ada di kakinya...sumpah..deh...
Please jangan cerita-cerita ya...?

SUPERLOVE IS DEAD

Aku benci merasa kalah, karena itu berarti membiarkan egoku bermunculan di kepala kemudian kepala terasa panas menunggu ledakkan. Ya benar, seperti yang anda pikirkan sebuah kepala berdiameter sepuluh senti kemudian mengeluarkan asap, membesar pelan-pelan menampakkan benjolan bulat berwarna kemerahan yang kemudian meletup sedikit demi sedikit sampai akhirnya menimbulkan ledakan besar dimana isinya adalah teriakkan berbunyi
‘ Ayo..cepat mati...!’
tak terhitung sudah berapa banyak pil tidur kutelan, tak juga ritual bunuh diri ini selesai. Harus berapa kepahitan lagi untuk akhirnya ada akhirnya?.
‘Ayo cepat..’.aku tak punya waktu lagi untuk sekedar melihat masih ada sisa perjuangan atau pengorbanan yang ujungnya tidak berujung’. Lalu aku bertransformasi menjadi kilatan cahaya. “Harusnya tanpa cinta untuk apa punya suara?”, biar suaraku mati dimakan kucing. Ini muka penuh luka siapa punya?(dari bang khairil Anwar idolaku). Sepasukan setan menerjuniku, menghujaniku dengan separuh kekuatannya, itu pun sudah membuatku kalang kabut berlumur cinta. Gila! cinta....itu yang kau selipkan dibalik kupingmu. Dan kebetulan pernah kutitipkan lewat kedua belah mataku.
‘Ayo cepat mati...!’
Dan matilah kau! Lengkap dengan rasa yang sulit kaubagi-bagi. Antara benci atau cuma ingin memenangkan pertarungan?. kaki kita sudah cukup berdarah-darah, mulut kita sudah rabun bahkan imun rasa. Hanya pahit...itu yang disebut cinta berdarah-darah? Bagiku biarkan saja kita mati atau rasa itu yang mati...
‘biar bisa kugantungkan rasa itu dileherku’ seperti terhukum mati menunggu tali dijerat di ujung cintanya...
Tuhanku adalah cinta..
‘Dan mati saja aku dengan segala yang aku tuhankan....

Juli 09 2006