Aku benci merasa kalah, karena itu berarti membiarkan egoku bermunculan di kepala kemudian kepala terasa panas menunggu ledakkan. Ya benar, seperti yang anda pikirkan sebuah kepala berdiameter sepuluh senti kemudian mengeluarkan asap, membesar pelan-pelan menampakkan benjolan bulat berwarna kemerahan yang kemudian meletup sedikit demi sedikit sampai akhirnya menimbulkan ledakan besar dimana isinya adalah teriakkan berbunyi
‘ Ayo..cepat mati...!’
tak terhitung sudah berapa banyak pil tidur kutelan, tak juga ritual bunuh diri ini selesai. Harus berapa kepahitan lagi untuk akhirnya ada akhirnya?.
‘Ayo cepat..’.aku tak punya waktu lagi untuk sekedar melihat masih ada sisa perjuangan atau pengorbanan yang ujungnya tidak berujung’. Lalu aku bertransformasi menjadi kilatan cahaya. “Harusnya tanpa cinta untuk apa punya suara?”, biar suaraku mati dimakan kucing. Ini muka penuh luka siapa punya?(dari bang khairil Anwar idolaku). Sepasukan setan menerjuniku, menghujaniku dengan separuh kekuatannya, itu pun sudah membuatku kalang kabut berlumur cinta. Gila! cinta....itu yang kau selipkan dibalik kupingmu. Dan kebetulan pernah kutitipkan lewat kedua belah mataku.
‘Ayo cepat mati...!’
Dan matilah kau! Lengkap dengan rasa yang sulit kaubagi-bagi. Antara benci atau cuma ingin memenangkan pertarungan?. kaki kita sudah cukup berdarah-darah, mulut kita sudah rabun bahkan imun rasa. Hanya pahit...itu yang disebut cinta berdarah-darah? Bagiku biarkan saja kita mati atau rasa itu yang mati...
‘biar bisa kugantungkan rasa itu dileherku’ seperti terhukum mati menunggu tali dijerat di ujung cintanya...
Tuhanku adalah cinta..
‘Dan mati saja aku dengan segala yang aku tuhankan....
Juli 09 2006
0 comments:
Post a Comment